=> Ingin Lebih Mengenal Jokowi Lebih Dalam Kunjungin Juga http://www.evywers.com/
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Utut Adianto akan membentuk panitia kerja untuk mengevaluasi pelaksanaan Ujian Nasional 2014 yang memiliki sejumlah persoalan.
Rencana itu terkait dengan masih terdapatnya soal dalam naskah ujian yang bernilai politis, yakni memasukkan nama Jokowi, yang dinilai bisa menguntungkan atau malah merugikan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
"Proses pembuatan (soal) ada di BNSP (Badan Nasional Standar Pendidikan). Ketika membuat soal seharusnya bebas dari nilai-nilai politis. Apalagi UN selalu menuai pro dan kontra," kata Utut, Senin, 5 Mei 2014. (Baca: Menteri Nuh Jamin Soal UN SMP Bebas dari Tokoh Politik)
Nama Jokowi muncul dalam dalam naskah UN tingkat SMA mata pelajaran bahasa Indonesia jurusan IPS. Dalam soal pilihan ganda tersebut tertuang satu paragraf tentang latar belakang Joko Widodo dan pertanyaan tentang keteladanan dan permasalahan yang dihadapinya berdasarkan paragraf itu.
Pda pelaksanaan UN tingkat SMP sederajat hari pertama pada 5 Mei, Utut juga mendapat laporan dari DPRD Padang bahwa nama Jokowi masih terdapat dalam soal bahasa Indonesia. "Kami tidak memiliki akses untuk mengetahui soal karena termasuk dokumen negara yang sifatnya rahasia sebelum dibuka," katanya.
Persoalan lain yang mucul pada UN tingkat SMP, misalnya, adanya pertanyaan yang hilang dalam soal bahasa Indonesia. Dari 50 soal yang diuji, tidak terdapat pertanyaan pada nomor 45 seperti yang terjadi di SMP Negeri 10 Padang. Kasus itu hampir terjadi di setiap kelas. Rata-rata dua naskah tidak mempunyai pertanyaan pada nomor 45.
Persoalan lainnya adalah terpisahnya lembaran soal nomor 1-7 dan nomor 45-50 sehingga membingungkan para murid. Hal itu terjadi karena masih tercantumnya nama Jokowi dalam soal yang lama. "Kami akan raker untuk membahas hal ini," kata Utut.
Ia mengatakan saat ini DPR RI juga sedang membuat tabulasi sisi positif dan negatif palaksanaan UN. Dalam rapat kerja yang akan digelar nantinya juga akan dibahas pertimbangan apakah UN masih perlu pada tahun-tahun berikutnya. "Kalau pembobotan, (nilai) UN 60 persen, sedangkan ujian sekolah 40 persen," katanya.
Anggota Komisi X DPR RI Zulfadli menyebutkan adanya keteledoran dalam penulisan soal UN harus segera dievaluasi Kementerian Pendidikan. Sebab, adanya lembaran soal yang terpisah-pisah atau adanya pertanyaan yang hilang dalam naskah harus sudah diganti jauh-jauh hari sebelum soal dicetak. (Baca: Ada Jokowi dan Topeng Monyet di UN Braile)
"Kalau mau diganti seharusnya sebelum dicetak. Kalau sekarang, yang ada malah dua versi jenis. Soal yang dipakai dan ada soal yang tidak dipakai. Siswa jadi bingung apalagi hari pertama yang seharusnya mereka bisa lebih konsentrasi," katanya.
Nama Gubernur DKI Jakarta kembali muncul di soal ujian nasional tingkat sekolah menengah pertama (SMP). Namanya muncul dalam soal UN bahasa Indonesia yang dilaksanakan pada Senin, 5 Mei 2014.
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti mengungkapkan sudah menerima laporan adanya soal ujian yang terkait dengan tokoh politik itu. Kisah Jokowi itu, kata dia, muncul dalam soal Bahasa Indonesia SMP.
Disebutkan, "Jokowi anak seorang tukang kayu. Setelah lulus SMA, ia melanjutkan kuliah Kehutanan di UGM. Lulus dari UGM, ia merantau ke Aceh dan kembali ke Solo bekerja di bidang perkayuan CV Roda Jati. Tahun 1998 ia berhenti. Bermodalkan pengalaman, kegigihan, kerja keras dan dan keuletannya, akhirnya Jokowi mengembangkan bisnisnya di bidang mebel".
Selain menerima pengaduan tentang soal tentang Jokowi, Retno juga menerima pengaduan tentang jumlah soal yang tak sesuai. "Ada yang mengadu dapat 55 soal, ada yang soalnya kurang dari 50," katanya. Retno meminta agar pemerintah tak memberikan sanksi kepada sekolah maupun siswa. "Mereka itu korban," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Utut Adianto akan membentuk panitia kerja untuk mengevaluasi pelaksanaan Ujian Nasional 2014 yang memiliki sejumlah persoalan.
Rencana itu terkait dengan masih terdapatnya soal dalam naskah ujian yang bernilai politis, yakni memasukkan nama Jokowi, yang dinilai bisa menguntungkan atau malah merugikan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
"Proses pembuatan (soal) ada di BNSP (Badan Nasional Standar Pendidikan). Ketika membuat soal seharusnya bebas dari nilai-nilai politis. Apalagi UN selalu menuai pro dan kontra," kata Utut, Senin, 5 Mei 2014. (Baca: Menteri Nuh Jamin Soal UN SMP Bebas dari Tokoh Politik)
Nama Jokowi muncul dalam dalam naskah UN tingkat SMA mata pelajaran bahasa Indonesia jurusan IPS. Dalam soal pilihan ganda tersebut tertuang satu paragraf tentang latar belakang Joko Widodo dan pertanyaan tentang keteladanan dan permasalahan yang dihadapinya berdasarkan paragraf itu.
Pda pelaksanaan UN tingkat SMP sederajat hari pertama pada 5 Mei, Utut juga mendapat laporan dari DPRD Padang bahwa nama Jokowi masih terdapat dalam soal bahasa Indonesia. "Kami tidak memiliki akses untuk mengetahui soal karena termasuk dokumen negara yang sifatnya rahasia sebelum dibuka," katanya.
Persoalan lain yang mucul pada UN tingkat SMP, misalnya, adanya pertanyaan yang hilang dalam soal bahasa Indonesia. Dari 50 soal yang diuji, tidak terdapat pertanyaan pada nomor 45 seperti yang terjadi di SMP Negeri 10 Padang. Kasus itu hampir terjadi di setiap kelas. Rata-rata dua naskah tidak mempunyai pertanyaan pada nomor 45.
Persoalan lainnya adalah terpisahnya lembaran soal nomor 1-7 dan nomor 45-50 sehingga membingungkan para murid. Hal itu terjadi karena masih tercantumnya nama Jokowi dalam soal yang lama. "Kami akan raker untuk membahas hal ini," kata Utut.
Ia mengatakan saat ini DPR RI juga sedang membuat tabulasi sisi positif dan negatif palaksanaan UN. Dalam rapat kerja yang akan digelar nantinya juga akan dibahas pertimbangan apakah UN masih perlu pada tahun-tahun berikutnya. "Kalau pembobotan, (nilai) UN 60 persen, sedangkan ujian sekolah 40 persen," katanya.
Anggota Komisi X DPR RI Zulfadli menyebutkan adanya keteledoran dalam penulisan soal UN harus segera dievaluasi Kementerian Pendidikan. Sebab, adanya lembaran soal yang terpisah-pisah atau adanya pertanyaan yang hilang dalam naskah harus sudah diganti jauh-jauh hari sebelum soal dicetak. (Baca: Ada Jokowi dan Topeng Monyet di UN Braile)
"Kalau mau diganti seharusnya sebelum dicetak. Kalau sekarang, yang ada malah dua versi jenis. Soal yang dipakai dan ada soal yang tidak dipakai. Siswa jadi bingung apalagi hari pertama yang seharusnya mereka bisa lebih konsentrasi," katanya.
Nama Gubernur DKI Jakarta kembali muncul di soal ujian nasional tingkat sekolah menengah pertama (SMP). Namanya muncul dalam soal UN bahasa Indonesia yang dilaksanakan pada Senin, 5 Mei 2014.
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti mengungkapkan sudah menerima laporan adanya soal ujian yang terkait dengan tokoh politik itu. Kisah Jokowi itu, kata dia, muncul dalam soal Bahasa Indonesia SMP.
Disebutkan, "Jokowi anak seorang tukang kayu. Setelah lulus SMA, ia melanjutkan kuliah Kehutanan di UGM. Lulus dari UGM, ia merantau ke Aceh dan kembali ke Solo bekerja di bidang perkayuan CV Roda Jati. Tahun 1998 ia berhenti. Bermodalkan pengalaman, kegigihan, kerja keras dan dan keuletannya, akhirnya Jokowi mengembangkan bisnisnya di bidang mebel".
Selain menerima pengaduan tentang soal tentang Jokowi, Retno juga menerima pengaduan tentang jumlah soal yang tak sesuai. "Ada yang mengadu dapat 55 soal, ada yang soalnya kurang dari 50," katanya. Retno meminta agar pemerintah tak memberikan sanksi kepada sekolah maupun siswa. "Mereka itu korban," ujarnya.
Like the Post? Share with your Friends:-
0 komentar:
POST A COMMENT